
Dengan berbagai pertimbangan, memang akhirnya kami menyapih dik Husna di
usia 15 bulan. Tadinya, istri tetap keukeuh memberikan ASI kepada Husna, meski
dia agak kepayahan dengan kehamilan yang ke tiganya ini. Dibandingkan dengan
kehamilan Fata dan Husna, hamil ke tiga ini, menurut saya yang melihatnya,
terasa lebih berat dan menantang. Biasanya ketika hamil, istri tidak kesusahan
mencari makan. Semua makanan masuk kecuali susu ibu hamil. Tapi hamil kali ini,
lebih agak susah mencari makan yang bisa masuk ke mulut, dan agak susah juga
menahannya agar tetap bisa dicerna di dalam perut. Dengan kondisi masih
menyusui, semakin payah pula kondisi istri.
Saran untuk menghentikan pemberian ASI kepada Husna itu datang dari
saudara dan para tetangga sejak awal kehamilan. Alasan mereka bukan karena kesehatan
ibu atau janin yang dikandung, akan tetapi karena ASI yang keluar dari ibu
hamil mengandung racun. Entah itu data dari mana, akan tetapi memang sepertinya
sudah kepercayaan turun temurun kalau ASI yang keluar dari ibu hamil mengandung
dzat yang berbahaya bagi perkembangan anak yang meminumnya. Tentu kami
menghargai dan menghormati saran dari orang-orang yang memperhatikan kami
tersebut. Akan tetapi ketika berkonsultasi dengan dokter dan mencari referensi
ilmiahnya, pemberian ASI ketika hamil dapat terus dilanjutkan asalkan kondisi
ibu dan janinnya sehat. Jadi yang dikhawatirkan adalah kondisi ibu dan kondisi
janin. Berdasar hal itulah, selama hampir 4 bulan kehamilan, masih terus
berupaya untuk memberikan ASI kepada Husna. Akan tetapi, dengan semakin drop
nya kondisi istri, akhirnya diputuskan untuk menyapih Husna, dengan segala hal
yang sebenarnya kami berat untuk melakukannya.
Begitulah, dengan kondisi Husna yang tidak suka susu formula, tidak mau
susu UHT, tidak mau minum dengan botol, menjadikan usaha menyapih ini semakin
seru.Maka kami harus merubah posisi tidur, agar Husna tak lagi ingat dengan
nenen kesukaannya. Kami juga harus memikirkan bagaimana agar bisa menidurkannya
tanpa nenen yang selama ini jadi pengantar tidurnya. Pada dasarnya, malam hari
saat tidur, ketika biasanya nenen selalu siap menemani Husna kecil bobok
nyenyak itulah yang kami khawatirkan dan harus kami cari substitusinya.
Membiarkan umminya menghandle semua tentang masalah penyapihan ini tentu
bukan pilihan bagi kami. Maka, untuk membuat Husna lupa dengan nenen umminya,
kami berpendapat untuk tidak dekat-dekat dengan umminya dulu. Yang tadinya
bobok malam dikeloni ummi, maka sekarang tugas sayalah untuk membobokkannya.
Meski kadang gak sabar, dan istri harus turun tangan lagi J. Ketika malam terbangun, biasanya langsung beres dengan pelukan umminya, maka
sekarang saya yang harus menenangkannya. Akhirnya, saat ini saya sedang
menikmati kemesraan dengan putri kecil kami. Dengan disapih, maka Husna terasa
lebih senang ngelendot abinya, bermanja-manja dengan abinya. Meski ketika
pulang kantor, tetap saja yang disambut dulu adalah umminya, hehe. Target saya
selanjutnya adalah membuatnya nyaman bepergian berdua sama saya, tanpa ada yang
menemani, sebagaimana Fata nyaman bepergian berdua dengan saya, meski
berhari-hari..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar