29/06/12

Menyapih Husna


Saya sedang menikmati diuleng-uleng anak ke dua saya. Fata, dari dulu memang sangat dekat dengan saya. Bahkan tidak masalah baginya di umur 2 tahun 4 bulan melakukan perjalanan Jakarta-Magelang-Solo-Jakarta selama 4 hari hanya berdua dengan saya naik bus. Mlaam hari, sikut saya dicarinya untuk menemaninya tidur. Kalau ada tamu, atau ada teman-teman yang mengaji di rumah sampai malam, kadang ia rela menunggu, gak bisa tidur kalau tidak memegang sikut abinya. Tapi Husna, jauh lebih dekat dengan uminya. Ketika kami pulang kantor, maka Fata akan menyambut abinya, dan Husna akan menyambut uminya. Seakan masing-masing sudah punya jatah sendiri-sendiri. Tapi beberapa hari ini, Husna jadi agak rajin nguleng-uleng abinya, rebutan dengan kakaknya. Saya menikmatinya…

Dengan berbagai pertimbangan, memang akhirnya kami menyapih dik Husna di usia 15 bulan. Tadinya, istri tetap keukeuh memberikan ASI kepada Husna, meski dia agak kepayahan dengan kehamilan yang ke tiganya ini. Dibandingkan dengan kehamilan Fata dan Husna, hamil ke tiga ini, menurut saya yang melihatnya, terasa lebih berat dan menantang. Biasanya ketika hamil, istri tidak kesusahan mencari makan. Semua makanan masuk kecuali susu ibu hamil. Tapi hamil kali ini, lebih agak susah mencari makan yang bisa masuk ke mulut, dan agak susah juga menahannya agar tetap bisa dicerna di dalam perut. Dengan kondisi masih menyusui, semakin payah pula kondisi istri. 

Saran untuk menghentikan pemberian ASI kepada Husna itu datang dari saudara dan para tetangga sejak awal kehamilan. Alasan mereka bukan karena kesehatan ibu atau janin yang dikandung, akan tetapi karena ASI yang keluar dari ibu hamil mengandung racun. Entah itu data dari mana, akan tetapi memang sepertinya sudah kepercayaan turun temurun kalau ASI yang keluar dari ibu hamil mengandung dzat yang berbahaya bagi perkembangan anak yang meminumnya. Tentu kami menghargai dan menghormati saran dari orang-orang yang memperhatikan kami tersebut. Akan tetapi ketika berkonsultasi dengan dokter dan mencari referensi ilmiahnya, pemberian ASI ketika hamil dapat terus dilanjutkan asalkan kondisi ibu dan janinnya sehat. Jadi yang dikhawatirkan adalah kondisi ibu dan kondisi janin. Berdasar hal itulah, selama hampir 4 bulan kehamilan, masih terus berupaya untuk memberikan ASI kepada Husna. Akan tetapi, dengan semakin drop nya kondisi istri, akhirnya diputuskan untuk menyapih Husna, dengan segala hal yang sebenarnya kami berat untuk melakukannya. 

Begitulah, dengan kondisi Husna yang tidak suka susu formula, tidak mau susu UHT, tidak mau minum dengan botol, menjadikan usaha menyapih ini semakin seru.Maka kami harus merubah posisi tidur, agar Husna tak lagi ingat dengan nenen kesukaannya. Kami juga harus memikirkan bagaimana agar bisa menidurkannya tanpa nenen yang selama ini jadi pengantar tidurnya. Pada dasarnya, malam hari saat tidur, ketika biasanya nenen selalu siap menemani Husna kecil bobok nyenyak itulah yang kami khawatirkan dan harus kami cari substitusinya.

Membiarkan umminya menghandle semua tentang masalah penyapihan ini tentu bukan pilihan bagi kami. Maka, untuk membuat Husna lupa dengan nenen umminya, kami berpendapat untuk tidak dekat-dekat dengan umminya dulu. Yang tadinya bobok malam dikeloni ummi, maka sekarang tugas sayalah untuk membobokkannya. Meski kadang gak sabar, dan istri harus turun tangan lagi J. Ketika malam terbangun, biasanya  langsung beres dengan pelukan umminya, maka sekarang saya yang harus menenangkannya. Akhirnya, saat ini saya sedang menikmati kemesraan dengan putri kecil kami. Dengan disapih, maka Husna terasa lebih senang ngelendot abinya, bermanja-manja dengan abinya. Meski ketika pulang kantor, tetap saja yang disambut dulu adalah umminya, hehe. Target saya selanjutnya adalah membuatnya nyaman bepergian berdua sama saya, tanpa ada yang menemani, sebagaimana Fata nyaman bepergian berdua dengan saya, meski berhari-hari..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ads Inside Post