21/12/15

Mencari Alternatif Wisata Alam yang Sejuk: De Ranch, Farm House, dan Tour Lembang - Subang

Sudah mafhum bagi para pekerja kantoran di Jakarta, bahwa macet, deadline, lembur, polusi, menjadi hal yang harus dihadapi setiap hari. Makanya setiap libur tiba, rasanya ingin menikmati kualitas hidup yang lebih baik. Memiliki waktu istirahat, menikmati udara sejuk, kalaupun jalan-jalan, inginnya gak nemu gedung dan suasana kota lagi. Itu saya banget, ding. Nyari jajanan, sukanya jajanan tradisional, jalan-jalan sukanya ke nuansa alam. Sayangnya, tempat wisata di seputaran Jakarta yang murah meriah adalah mall. Tempat belanja itu sekarang juga jadi tempat wisata. Dan saya, termasuk yang gak suka jalan-jalan ke mall. Tidak anti mall, tapi tidak suka refreshing di mall.

Sabtu-Minggu kemarin, karena Mas dan Kakak liburan ke tempat Simbahnya di Magelang sono, di rumah tinggal bertiga sama si Adik. Lalu muncul ide untuk jalan-jalan. Mencari tempat yang dingin, menikmati hujan, dan kabut yang muncul di pagi hari. Daerah Puncak terlalu mainstream untuk disinggahi, selain karena belum nemu hotel yang murah dan bagus. Nemu yang murah, gak bagus. Nemu yang bagus, gak murah, hahaha. Kami tipe orang yang lebih suka nginep di rumah daripada nginep di hotel tapi gak bisa mengalahkan nyamannya kamar rumah. Sombong.

Lalu destinasi berubah ke Bandung. Kota Bandung tentu saja belum cukup dingin seperti yang diharapkan. Lalu mencoba nyari penginapan di Lembang. Hasilnya sama. Tidak nemu yang murah dan Bagus. Akhirnya memutuskan untuk booking hotel di Kota Bandung. Cari yang minimalis aja, asalkan reviewnya bagus dan sarapannya enak.

Hari Sabtu cuss ke Bandung. Langsung menuju hotel, karena sampai Bandung juga sudah jam 2 lebih. Keluar Pasteur baru ingat kalau Pasteur ada aturan 4 in 1. Untung saja 4 in 1 cuma sampai jam 13.00, dan kami lewat Pasteur sudah jam 13 lebih. Setelah check in di hotel, istirahat sejenak, lalu sorenya menikmati kota Bandung yang semakin tertata. Harusnya banyak taman yang bisa dikunjungi, tapi sore itu kami hanya jalan kaki menyusuri Asia Afrika, dan Jalan Braga saja. Jalan gitu aja, gak beli apa-apa. Eh, beli cimol ding. Mobil diparkir di Gedung BRI di seberang alun-alun Bandung yang terkenal karena digelar karpet rumput sintesis itu. Ini salah satu tips dari sahabat kami, kalau ke alun-alun, mobilnya parkir di BRI saja, daripada bingung nyari parkir. Bayar 10 ribu ke satpam, bebas parkir sampai berapapun lamanya.
Karena memang niat jalan kaki, sudah sedia stroller
Jalan kaki sampai Maghrib, lalu cari makan. Si Umi ngidam Bakso Boedjangan yang katanya enak dan legendaris itu.
foto diambil dari http://eatinguntildiee.blogspot.co.id/2015/07/ngebujang-bareng-bakso-boedjangan-ahey.html
Baksonya emang maknyoss. Meski buat saya sebenarnya kurang nyoss karena kuahnya tidak sepanas seharusnya. Si Adik aja sampai minta nambah, meski porsi ke dua gak habis juga dimakannya.

Besok paginya, setelah sarapan, baru deh wisata sebenarnya dimulai. Berangkat ke Lembang langsung menuju De Ranch. Kami sebenarnya bukan orang yang hafal jalanan Bandung. Ke mana-mana mengandalkan aplikasi Waze yang menunjukkan jalan ke manapun dimaui. Maka ke De Ranch pun dipandu oleh mas-mas Waze. Belok kanan, belok kiri. Kita mah nurut aja. Dan nyampe.


Nyampe sana jam 8 kurang dikit. Sudah lumayan ramai pengunjungnya. Bayar 10rb per orang, dapat welcome drink susu dingin aneka rasa. Sayangnya, sampai di dalam, pengelolanya yang malah belum siap. Tiket wahananya baru dijual jam 9.00. Kuda poninya belum pada datang. Jadi De ranch itu semacam arena Cow Boy, wisata berkuda, tapi tidak semua kudanya dimiliki oleh De Ranc. Sebagian besar dimiliki oleh penduduk sekitar. Dan mereka datangnya siang. Akhirnya sambil nunggu si kuda datang, karena si Adik pengen banget naik kuda, beli kopi dan main beberapa permainan yang disediakan gratis, seperti ayunan, jungkat jungkit, prosotan, dan sebagainya. Emaknya, ngopi di kedai kopi di dalam De Ranch.

Begitu tiket dibuka, antrinya sudah na'udzubillah. Yang ngantri kuda poni sudah bejibun. Akhirnya beli tiket flying fox dan delman. Flying fox karena memang si Adik hobi naik flying fox dan dari awal sudah merengek mau naik flying fox, delman karena kudanya ngantri. Yang penting kuda, dan malah bisa naik bertiga, lebih irit, hehehe.

sambil nungguin, main jungkat-jungkit

Adik naik flying fox
Setelah puas -sebenarnya belum puas sih- di De Ranch, tergoda oleh publikasi di internet tentang FarmHouse Lembang, akhirnya biar kekinian, datang ke sana. Ternyata yang penasaran tidak cuma kami. Dua kilo sebelum Farm House, sudah macet panjang mengantri mobil mau ke sana. Tapi untungnya masih dapat parkir juga. Per tiket 20ribu, tapi dapat voucher yang dapat ditukar dengan minuman dan makanan yang dijual di dalam.

Tiketnya bisa ditukar dengan makanan dan minuman
Karena sudah eneg dengan susu, akhirnya ditukar dengan mixed juice, dengan nambah 5 ribu dan dua tiket lainnya ditukar sosis bakar dengan nambah 5 ribu dapat 3 sosis.

Tempat ini, konon tempat yang instagramable. Berpotensi untuk menghasilkan gambar yang sangat bagus, meski orangnya biasa-biasa saja. Tapi karena pengunjung yang datang kayak cendol, gimana mau dapet gambar bagus?
ini di kanan kirinya sebenarnya penuh orang yang semua berusaha untuk foto, selfie, dan mendapatkan tempat paling bagus
Banyak yang ke sini membawa anak-anak. Termasuk kami. Tapi sepertinya kurang begitu cocok buat anak-anak. Bahkan nama FarmHouse pun mungkin juga tidak terlalu mencerminkan. Tempat ini lebih pada taman dan resto. Tamannya terkelola dan terdesain sangat apik. Cocok buat foto-foto, kalau tempatnya pas sepi. Sayangnya musim liburan sama sekali tidak sepi. Tidak ada hiburan buat anak-anak kecuali susu gratis yang dituker tiket masuk itu, atau sosis bakarnya. Selebihnya, ini lebih cocok untuk pasangan yang ingin pacaran, atau pre wedding, atau mungkin datang pagi-pagi berburu foto bagus untuk diaplot di Instagram.


Tidak lama di Farm House, lalu memutuskan untuk pulang, tidak lupa membeli tahu susu khas Lembang untuk oleh-oleh. Jadi jalan-jalannya gitu doang? Tidak. Untuk jalan pulang, saya memang merencanakan lewat Cipali. Balik lagi ke arah Lembang, ambil jalan menuju Subang, menyusuri indahnya kebun teh di Ciater, sampai akhirnya ke Cipali dan pulang ke Bintaro. 

Kalau biasanya dari Lembang, Bandung dan sekitarnya itu untuk menuju ke Jakarta lewat Tol Cipularang, kami memutuskan untuk memutar, menyusuri Jalan Raya Lembang-Subang. Bukan jalan-jalan namanya kalau kita hanya melihat suasana toll saja sepanjang perjalanan. Di Jalan Raya Lembang-Subang, akan bertemu dengan sejuknya hutan Cikole, lalu bertemu dengan belasan kilometer hamparan kebun teh yang hijau dan rapi. Mantap!

Suasana seperti ini yang dicari

Kebun Teh sepanjang perjalanan
Seharusnya melalui jalan ini, kita bisa juga mampir di Tangkuban Perahu. Tapi karena kemarin hujan, maka malas untuk belok ke Tangkuban Perahu. Nanti saja kalau full team, mengajak Mas dan Kakak untuk ke sana. Sayang, hujan sepanjang jalan, meski sempat berhenti juga hujannya, tapi jadi malas foto-foto di kebun teh. Si Adik juga bobok di jalan.

Dan akhirnya, menyusuri Lembang-Ciater-Subang sampai Cipali itu sangat layak untuk dicoba kalau bosan dengan jalanan Puncak yang macet kalau liburan. Jalannya satu lajur dengan kondisi mulus sekali. Diperlukan kondisi kendaraan yang fit apabila Anda ingin mencoba rute ini. Tidak perlu tergesa untuk segera sampai, karena jalanan berkelok-kelok, tidak aman untuk menyalip. Mending nikmati saja pemandangan sepanjang perjalanan, atau berhenti sejenak makan jagung bakar yang dijajakan di sepanjang jalan. Liburan kemarin, memang capek seperti perjalanan luar kota lainnya, tapi puas dan menyegarkan, melihat suasana hijau dan sebagai penikmat hujan, tentu saja menikmati hujan deras di beberapa tempat sepanjang perjalanan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ads Inside Post