17/11/15

Kesejiwaan

Ahad kemarin, kami sengaja meluangkan waktu bersama menghadiri Seminar Wonderful di sebuah gedung milik salah satu bank di kawasan Bintaro.

Ada beberapa hal yang membuat saya bersemangat hadir dalam acara tersebut:
Pertama, karena memang kami berdua sedang memprogramkan -yang disebut oleh istri saya sebagai- "rekonsiliasi cinta". 

Kedua, karena pembicaranya. Yang menjadi pembicara adalah Pak Cah (Cahyadi Takariawan) dan istri. Pak Cah ini pendiri Jogja Family Center, konselor rumah tangga, kompasianer favorit 2014 dan penulis yang cukup produktif. Salah satu bukunya, yang membuat calon istri saya dulu bersemangat mau diajak ke Ternate, karena di buku itu disebutkan tentang kehidupan dan tantangan hidup di Indonesia Timur, termasuk ternate. karenanya, saya merasa harus datang ke acara tersebut.

Peserta seminar kemarin ternyata terbentang antara pengantin yang baru menikah 4 bulan dengan pasangan seusia orang tua kami yang menikah tahun 1984 dan sudah memiliki 3 cucu. Di satu sisi, memang kami merasa bahwa agak tidak pas ketika penyelenggara agak mengabaikan usia pernikahan peserta. Tapi di sisi lain, kehadiran senior-senior dalam seminar pernikahan itu, bahkan ketika acara belum dimulai, memberikan aura energi luar biasa bagi kami. Yang hadir dalam seminar keluarga seperti itu, tentu saja oang yang ingin keluarganya semakin baik, ingin hubungan dengan pasangannya semakin baik, dan ingin saling cinta dengan pasangannya semakin baik. 

Karena pesertanya beragam, tidak semua hal yang disampaikan adalah permasalahan dan solusi  untuk ke-sewindu-an kami. Ada beberapa hal yang sudah selesai, menurut kami. Semoga saja bukan karena tidak sadar bahwa itu adalah masalah yang belum selesai.

Tapi ada satu hal yang ingin saya bagikan kepada teman-teman. Tentang kesejiwaan.

Hal yang akan harus terus menerus diperjuangkan oleh pasangan suami istri adalah menjaga kesejiwaan, yang dalam bahasa lebih mudahnya disebut Chemistry. Hal yang akan harus terus menerus diperjuangkan oleh pasangan suami istri adalah menjaga agar tetap sejiwa, menjaga agar jiwa dua orang itu dapat menyatu. Itulah mungkin, Bahasa Inggris menyebut sebagai "Soulmate" (belahan jiwa), bahasa Jawa menyebut suami/istri dengan sebutan Garwa, akronim dari Sigaring Nyawa yang berarti belahan jiwa.

Kesejiwaan itu adalah soal bagaimana puzzle-puzzle jiwa suami bisa mendekat dan menyatu dengan puzle-puzzle jiwa istri. Tak mudah bahkan tak mungkin untuk dapat langsung menyatu. Lekukan-lekukan puzzle jiwa suami akan berbeda dengan lekukan-lekukan puzzle jiwa istri. Untuk menyatukannya, maka puzzle-puzzle itu harus disesuaikan. ada yang harus rela sedikit dibentuk ulang, ada yang harus rela dikurangi sedikit agar menjadi lekukan yang mampu menampung pola puzzle pasangannya. Maka itulah yang membuat kesejiwaan itu bukan pekerjaan mudah, dan bukan pekerjaan yang hanya menjadi domain pengantin baru saja. 

Kenapa harus mengupayakan kesejiwaan? Karena masalah suami istri seringkali timbul karena ketidaksejiwaan. Pasangan tidak akan mampu lancar berkomunikasi bila belum menemukan kesejiwaan. Tidak lancar berkomunikasi menjadikan malas berkomunikasi. Malas berkomunikasi menjadikan rawan kesalahpahaman. Kesalahpahaman menjadikan tak nyamannya hubungan antara pasangan. 

Kemarin, kami juga diundang (lebih tepatnya menawarkan diri) ke atas panggung, dan ditanya tentang kapan terakhir mengenal pasangan? Sekilas, tidak mungkin kita tidak mengenal pasangan kita, kecuali kita amnesia. Tapi mengenal pasangan adalah pekerjaan seumur hidup. Karena kita tumbuh dan ia pun tumbuh. Kita berubah dan ia berubah. Dia yang dulu tak akan sama dengan dia yang sekarang. Maka kegagalan untuk mengenali pasangan, memunculkan untuk menjadi awal gagalnya kita mempertahankan kebahagiaan rumah tangga. Dan dengan kesejiwaan, kita akan lebih mudah mendeteksi perubahan pasangan kita, karena bergesernya satu puzzle, akan membuat puzzle kita juga bergeser atau renggang. 

Sore di Jakarta setelah hujan

1 komentar:

Ads Inside Post