01/07/11

Manajemen Keuangan Keluarga


Beberapa waktu yang lalu kami mengikuti diskusi yang membahas tentang “Manajemen Keuangan Keluarga”. Bukan diisi oleh pakar keuangan keluarga, memang. Diisi oleh seorang ibu rumahtangga yang dengan penghasilan suaminya sebagai dosen, tidak saja bisa memenuhi semua kebutuhan pokoknya, tapi juga kebutuhan sekuder dan tersiernya. Sangat bermanfaat bagi kami, keluarga muda yang masih gagap pula terhadap bagaimana cara mengatur keuangan keluarga agar dapat mencukupi kebutuhan yang terus bertambah. Kali ini akan saya bagikan kepada Anda, semoga bermanfaat. 



Pertama, membuat anggaran keluarga. 
Anggaran ini bukan hanya bersifat jangka pendek, tetapi jangka menengah dan jangka panjang. Gampangnya adalah, apabila penghasilan kita diterima setiap satu bulan, maka ingatlah bahwa kita tidak hanya hidup selama satu bulan. Di masa mendatang kita juga ingin memiliki rumah, mobil, naik haji, jalan-jalan ke luar negeri, menyekolahkan anak di sekolah bagus, dan sebagainya. Intinya, sebisa mungkin untuk tidak menghabiskan gaji bulanan hanya untuk hidup satu bulan itu. Tentu saja anggaran ini harus realistis menurut penghasilan kita. 

Kedua, anggaran yang disusun adalah anggaran berbasis pengeluaran. 
Penghasilan yang didapatkan, berapa pun itu harus dimanfaatkan dengan cermat. Anggaran berbasis pengeluaran, secara sederhana adalah setelah kita menyusun kebutuhan-kebutuhan yang kita anggarkan di awal, maka penghasilan yang kita terima secara konsisten haruslah dapat memenuhi kebutuhan yang telah kita susun. Penambahan penghasilan tidak akan membuat kebutuhan kita bertambah. Apabila kita membuat anggaran berbasis pemasukan, maka pengeluaran kita akan tergantung dari pemasukan kita. Pemasukan bertambah, maka kebutuhan akan kita tambah. Dan sayangnya ketika penghasilan menurun, akan susah untuk mengurangi kebutuhan kita.  

Ketiga, penghasilan yang didapatkan sebulan, bukan berarti habis untuk bulan tersebut. 
Seperti yang disampaikan pada prinsip pertama. Hidup kita panjang, dan harus pula memikirkan kebutuhan anak-anak di masa mendatang. Maka akan lebih bijak apabila ada sebagian penghasilan yang diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan di masa menatang.

Keempat, penghasilan setelah didapatkan maka yang harus dialokasikan pertama kali adalah “dana ukhrowi”. 
Alokasi ini misalnya berupa tabungan haji, pengembangan da’wah dan yang paling penting adalah ZAKAT. Membersihkan dulu penghasilan yang didapatkan agar tidak tercampur dengan konsumsi kita. Dilanjutkan dengan mengalokasikan dana pelapis. Apabila kita menunda untuk mengeluarkan kebutuhan ini, biasanya kita tidak akan pernah bisa memenuhinya. Seakan semua penghasilan yang kita dapatkan adalah untuk kita konsumsi semuanya. Padahal di dalamnya ada hak-hak orang lain dan hak Alloh yang harus kita tunaikan, bukan? 

Kelima, susun kebutuhan yang terbagi menjadi 3, yaitu : 
  1. Kebutuhan primer : pangan, sandang, papan, pembayaran asisten rumah tangga (bila ada), listrik, telepon, dll. Alokasi kebutuhan pokok harus disesuaikan dengan kemampuan.
  2. Kebutuhan sekunder : hal ini terkait kehidupan masa depan. Misalnya seperti asuransi, rekreasi, biaya sekolah anggota keluarga, properti. Saya jadi tersadarkan dengan biaya sekolah. Tak sadar sebentar lagi, harus menyediakan dana dalam jumlah besar untuk menyekolahkan anak-anak. Dana untuk menyekolahkan anak hendaknya sudah dipersiapkan jauh-jauh hari. Sedangkan untuk properti, maka sesuaikan dengan penghasilan. Saat penghasilan ternyata tidak cukup atau kita belum mampu, maka jangan memaksakan diri. Kalau memang belum ada dana untuk beli kendaraan, maka jangan memaksakan diri. Kalau dana ternyata tidak mencukupi untuk membeli kendaraan yang diinginkan, maka belilah yang      sesuai kemampuan dengan manfaat yang sama. Begitu halnya dengan rumah. Kalau memang mampunya masih menjadi kontraktor alias ngontrak rumah petak, maka jangan lantas memaksakan diri menyicil rumah yang nantinya malah merepotkan keuangan keluarga. Kadang kalau melihat si ini sudah punya ini, si itu sudah punya itu, naluri manusia pasti ingin mendapatkan hal yang sama bahkan kalau bisa malah lebih. Mari kembali mengikat hawa nafsu, demi menata kehidupan. Kemampuan dan kebutuhan masing-masing keluarga tentunya      berbeda. Rumput tetangga memang selalu nampak lebih hijau.
  3. Kebutuhan tersier : misalnya investasi, rekreasi berlebih.

Keenam, prinsip disiplin anggaran dan tidak berlaku konsumtif. 
Ini bagian yang paling susah kayaknya. Anggaran yang telah kita susun di awal, seharusnya kita patuhi secara disiplin. Sebisa mungkin untuk tidak mengeluarkan dana untuk memenuhi kebutuhan yang sebenarnya tidak kita butuhkan, karena seharusnya kita sudah menyusun semua kebutuhan kita pada anggaran keluarga itu.Kalau ternyata penghasilan tetap tidak bisa membiayai seluruh pengeluaran, maka ada dua alternatif yang ditawarkan : Menambah penghasilan atau Menekan pengeluaran. Kadang kita enggan untuk berusaha menambah penghasilan dengan pekerjaan sampingan, tapi juga tidak mau untuk menekan pengeluaran. Inginnya semua terpenuhi tanpa harus bekerja lebih keras.

Terakhir, agar usaha-usaha kita dalam manajemen keuangan keluarga dapat berhasil, tentu saja membutuhkan dukungan dari semua anggota keluarga. Dari istri, anak, bahkan pembantu rumah tangga kita. Bangun mimpi dan pemahaman bersama untuk mewujudkannya. Ketika mimpi kita akan masa depan sudah seragam, insya Alloh akan lebih mudah untuk memahamkan dan melaksanakannya.

Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ads Inside Post